DEFINISI CEREBRAL PALSY
Cerebral Palsy adalah kondisi neurologis yang terjadi permanen tapi tidak mempengaruhi kerusakan perkembangan saraf karena itu bersifat non progresif pada lesi satu atau banyak lokasi pada otak yang immatur (Campbell SK et al, 2001).
Cerebral Palsy adalah gangguan postur dan kontrol gerakan yang bersifat non progressif yang disebabkan oleh kerusakan atau kelumpuhan sistem saraf pusat (Nelson & Ellenberg, 1982).
Cerebral Palsy adalah suatu kelainan gerakan dan postur yang tidak progresif oleh karena suatu kerusakan atau gangguan pada sel-sel motorik pada susunan saraf pusat yang sedang tumbuh atau belum selesai pertumbuhannya. (Bax, dikutip oleh Soetjiningsih, 1998).
Cerebral Palsy adalah gangguan pada otak yang bersifat non progresif.gangguan ini dapat disebabkan oleh adanya lesi atau gangguan perkembangan pada otak ( Shepered,1995 ).
Cerebral Palsy adalah akibat dari lesi atau gangguan perkembangan otak bersifat non progresif dan terjadi akibat bayi lahir terlalu dini ( prematur). Defisit motorik dapat ditemukan pada pola abnormal dari postur dan gerakan ( Bobath, 1996).
Berdasarkan Penjelasan di atas Cerebral Palsy Spastic Quadriplegia adalah gangguan postur dan kontrol gerakan yang bersifat non progresif yang disebabkan oleh karena lesi atau perkembangan abnormal pada otak yang sedang tumbuh atau belum selesai pertumbuhannya yang ditandai dengan meningkatnya reflek tendon, stertch reflek yang berlebihan, hiperkontraktilitas otot pada keempat ekstremitas dan klonus yang terjadi pada anggota gerak bawah.
KLASIFIKASI
1. Berdasarkan area yang mengalami impairment (Scherzer & Tscharnuter, 1990).
- Monoplegia : kelemahan pada satu ekstremitas
- Hemiplegia : kelemahan pada satu sisi tubuh, ekstremitas atas dan bawah tetapi ekstremitas atas lebih berat
- Triplegia : kelemahan pada kedua ekstremitas bawah dan satu sisi ekstremitas atas
- Diplegia : kelemahan pada keempat ekstremitas tetapi ekstremitas bawah lebih berat
- Kuadriplegia : kelemahan pada keempat ekstremitas.
2. Berdasarkan gejala klinis dan fisiologis gangguan gerak ( Sanger et al, 2003; Molnar GE, 1992; Nelson 1989).
- Spastik
Ditandai dengan adanya kekakuan pada sebagian atau seluruh otot. Letak kelainan Cerebral Palsy jenis ini ada di tractus pyramidalis (motor cortex). Anak cerebral palsy jenis spastik dibedakan menjadi empat tipe, yaitu spastik hemiplegia, spastik paraplegia, spastik diplegia, dan spastik quadriplegia.
- Diskinesia
Ditandai dengan tidak adanya kontrol dan koordinasi gerak. Yang termasuk dalam kelompok diskenisia adalah athetoid, rigid, hipotonia, dan tremor.
1) Athetoid
Letak kelainannya pada basal ganglion. Cerebral Palsy jenis ini tidak terdapat kekakuan pada tubuhnya, tetapi terdapat gerakan-gerakan yang tidak terkontrol (involuntary movement) yang terjadi sewaktu-waktu. Gerakan ini tidak dapat dicegah, sehingga dapat mengganggu aktivitas. Gerakan otomatis tersebut terjadi pada tangan, kaki, mata, tangan, bibir, dan kepala.
2) Rigid
Cerebral palsy jenis rigid ini terjadi akibat adanya pendarahan di dalam otak. Gejalanya yaitu adanya kekakuan pada seluruh anggota gerak, tangan dan kaki sehingga sulit dibengkokkan. Leher dan punggung mengalami hiperektensi.
3) Hipotonia
Cerebral palsy jenis ini memiliki tonus otot dan tonus postural yang rendah.
4) Tremor
Letak kelainannya pada substantia nigra. Gejala yang tampak yaitu adanya getaran-getaran kecil (ritmis) yang terus menerus pada mata, tangan, atau pada kepala. Getaran yang terus menerus pada anggota tubuh tersebut dapat mengganggu fungsinya, seperti getaran pada mata menyebabkan anak tidak dapat melihat dengan jelas. Begitu juga getaran pada kepala dan tangan dapat mengganggu anak berkonsentrasi dan menulis atau pada aktvitas lain yang menggunakan kepala dan tangan.
- Ataksia
Letak kelainannya pada otak kecil (cerebellum). Penderita mengalami gangguan keseimbangan. Otot-ototnya tidak kaku, tapi terkadang penderita tidak dapat berdiri dan berjalan karena adanya gangguan keseimbangan tersebut. Andaikan berjalan, langkahnya seperti orang mabuk, kadang terlalu lebar atau terlalu pendek. Hal itu menyebabkan anak tidak dapat berjalan tegak dan jalannya gontai. Koordinasi mata dan tangan tidak berfungsi, sehingga anak mengalami kesulitan dalam menjangkau sesuatu ataupun akan akan mengalami kesulitan ketika makan.
- Campuran
Artinya pada anak cerebral palsy terdapat dua atau lebih kelainan. Misalnya spastik dan athetosis, atau spastik dan rigid, atau spastik dan ataksia. Kecacatan tersebut tergantung pada kerusakan yang terjadi di otak. Letak kerusakan jenis ini di daerah pyramidal dan extrapyramidal. Apabila kerusakan terjadi pada pyramidal, kelainannya berbentuk spastik. Apabila terjadi di extrapyramidal kelainannya berbentuk athetosis, rigid, dan hipotonia.
ETIOLOGI
Penyebab CP secara umum dapat terjadi pada tahap prenatal, perinatal dan post natal.
1. Prenatal
Potensi yang mungkin terjadi pada tahap prenatal adalah infeksi pada masa kehamilan. Infeksi merupakan salah satu hal yang dapat menyebabkan kelainan pada janin, misalnya infeksi oleh toksoplasma, rubela dan penyakit inklusi sitomegalik. Selain infeksi, anoksia dalam kandungan (anemia, kerusakan pada plasenta), trauma pada abdominal, radiasi sinar-X dan keracunan pada masa kehamilan juga berpotensi menimbulkan Cerebral Palsy.
2. Perinatal
Pada masa bayi dilahirkan ada beberapa resiko yang dapat menimbulkan CP, antara lain:
a. Brain injury
Brain injury atau cidera pada kepala bayi dapat mengakibatkan:
1) Anoksia/hipoksia
Anoksia merupakan keadaan saat bayi tidak mendapatkan oksigen, yang dapat terjadi pada saat kelahiran bayi abnormal, disproporsi sefalo-pelvik, partus lama, plasenta previa, infeksi plasenta, partus menggunakan bantuan instrumen tertentu dan lahir dengan bedah caesar.
2) Perdarahan otak
Perdarahan dapat terjadi karena trauma pada saat kelahiran misalnya pada proses kelahiran dengan mengunakan bantuan instrumen tertentu. Perdarahan dapat terjadi di ruang sub arachnoid. Perdarahan di ruang subdural dapat menekan korteks serebri sehingga timbul kelumpuhan spastik.
b. Ikterus
Ikterus pada masa neonatal dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak yang permanen akibat masuknya bilirubin ke ganglia basalis, misalnya pada kelainan inkompatibilitas golongan darah.
c. Meningitis purulenta
Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat pengobatannya akan mengakibatkan gejala sisa berupa Cerebral Palsy.
d. Prematuritas
Prematuritas dapat diartikan sebagai kelahiran kurang bulan, lahir dengan berat badan tidak sesuai dengan usia kelahiran atau terjadi dua hal tesebut. Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita perdarahan otak lebih banyak dibandingkan bayi cukup bulan, karena pembuluh darah, enzim, faktor pembekuan darah dan lain-lain masih belum sempurna.
3. Post natal
Pada masa postnatal bayi beresiko mendapatkan paparan dari luar yang dapat mempengaruhi perkembangan otak, yang mungkin dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan pada otak. Kerusakan yang terjadi pada jaringan otak setelah proses kelahiran yang mengganggu perkembangan dapat menyebabkan Cerebral Palsy, misalnya pada trauma kapitis, meningitis, ensepalitis dan luka parut pada otak pasca bedah dan bayi dengan berat badan lahir rendah.
PATOLOGI CEREBRAL PALSY
Pada Cerebral Palsy terjadi kerusakan pada pusat motorik dan menyebabkan terganggunya fungsi gerak yang normal. Pada kerusakan korteks serebri terjadi kontraksi otot yang terus menerus dimana disebabkan oleh karena tidak terdapatnya inhibisi langsung pada lengkung refleks. Sedangkan kerusakan pada level midbrain dan batang otak akan mengakibatkan gangguan fungsi refleks untuk mempertahankan postur. Mid brain ekstra piramidal dan pusat lokomotor merupakan pusat control motor primitif. Pusat ini membuat seseorang menggunakan pola primitif reflek untuk melakukan ambulasi dimana pada saat tidak terdapatnya seleksi kontrol motorik. Bila terdapat cedera berat pada sistem ekstra piramidal dapat menyebabkan gangguan pada semua gerak atau hypotoni, termasuk kemampuan bicara. Namun bila hanya cedera ringan maka gerakan gross motor dapat dilakukan tetapi tidak terkoodinasi dengan baik dan gerakan motorik halus sering kali tidak dapat dilakukan.
Walaupun pada Cerebral Palsy gangguan yang terjadi mengenai sistem motorik tetapi pada kenyataannya tidak dapat dipisahkan antara fungsi motorik dan sensorik. Sehingga pengolahan sistem sensori pada Cerebral Palsy mempunyai 2 jenis kekurangan, yaitu :
1. Primer : Gangguan proses sensori yang terjadi berhubungan dengan gangguan gerak (pola yang abnormal)
2. Sekunder : Gangguan proses sensori yang diakibatkan oleh keterbatasan gerak.
Gangguan proses sensorik primer terjadi di serebelum yang mengakibatkan terjadinya ataksia. Pada keterbatasan gerak akibat fungsi motor control akan berdampak juga pada proses sensorik.
GEJALA KLINIS
Menurut Bax (dikutip dari Soetjiningsih, 1997) memberikan kriteria gejala klinis sebagai berikut :
- Masa neonatal dengan ciri depresi/asimetri dari refleks primitif (refleks moro, rooting, sucking, tonic neck, palmar, stepping).
- Masa umur lebih dari 1 tahun dengan keterlambatan perkembangan motorik kasar seperti berguling, duduk atau jalan.
- Terdapat paralisis yang dapat berbentuk hemiplegia, kuadriplegia, diplegia, monoplegia dan triplegia. Kelumpuhan ini mungkin bersifat flaksid, spastik atau campuran.
- Terdapat spastisitas , terdapat gerakan-gerakan involunter seperti atetosis, khoreoatetosis, tremor dengan tonus yang dapat bersifat flaksid, rigiditas, atau campuran.
- Terdapat ataksia, gangguan koordinasi ini timbul karena kerusakan serebelum. Penderita biasanya memperlihatkan tonus yang menurun (hipotoni), dan menunjukkan perkembangan motorik yang terlambat. Mulai berjalan sangat lambat, dan semua pergerakan serba canggung.
- Menetapnya refleks primitif dan tidak timbulnya refleks-refleks yang lebih tinggi (refleks landau atau parasut).
- Mungkin didapat juga gangguan penglihatan (misalnya: hemianopsia, strabismus, atau kelainan refraksi), gangguan bicara, gangguan sensibilitas.
Gejala klinis atau ciri khas lain yang dapat ditemukan pada kasus Cerebral Plasy Spastic Quadriplegia, yaitu :
- Pada kasus ini Assymetrical Tonic Neck Reflex dan Moro Reflex yang harusnya sudah hilang pada usia 6 bulan, masih ada.
- Pada pemeriksaan dengan posisi anak telentang, maka akan ditemukan gerakan menggunting pada tungkai karena posisi hip yang terlalu adduksi dan endorotasi.
- Pada pemeriksaan dengan posisi anak duduk, maka akan ditemukan bahwa anak duduk di sacrum dengan tungkai adduksi, endorotasi, plantar fleksi dan posisi tungkai asimetri serta menggunting.
- Pada kebanyakan kasus Cerebral Plasy Spastic Quadriplegia, anak berguling dan keduduk dengan flexi patron dan tanpa rotasi trunk.
PROGNOSIS
Prognosis pasien Cerebral Palsy Spastic Quadriplegia dipengaruhi beberapa faktor antara lain:
1. Berat ringannya kerusakan yang dialami pasien.
Menurut tingkatannya Cerebral Palsy Spastic Quadriplegia secara umum diklasifikasikan dalam tiga tingkat yaitu
a. Mild
Pasien dengan Mild Quadriplegia dapat berjalan tanpa menggunakan alat bantu seperti bilateral crutches atau walker, dan dapat bersosialisasi dengan baik dengan anak-anak normal seusianya pasien.
b. Moderate
Pasien dengan Moderate Quadriplegia mampu untuk berjalan saat melakukan aktifitas sehari-hari tetapi terkadang masih membutuhkan alat bantu seperti bilateral crutches atau walker. Namun demikian untuk perjalanan jauh atau ektifitas berjalan dalam waktu yang relatif lama dan jarak tempuh yang relatif jauh, pasien masih memerkulan bantuan kursi roda, seperti pada saat berjalan-jalan ke pusat belanja, taman hiburan atau kebun binatang.
c. Severe.
Sedangkan pasien dengan Severe Quadriplegia sangat tergantung pada alat bantu atau bantuan dari orang lain untuk berjalan meskipun hanya untuk mencapai jarak yang dekat, misalnya untuk berpindah dari satu ruangan ke ruangan yang lain dalam satu rumah. Pasien sangat tergantung pada kursi roda atau orang lain untuk melakukan aktifitas.
2. Pemberian terapi pada pasien Cerebral Palsy Spastic Quadriplegia.
Pemberian terapi dengan dosis yang tepat dan adekuat juga berpengaruh terhadap prognosis pasien. Semakin tepat dan adekuat terapi yang diberikan semakin baik prognosisnya.
3. Kondisi tubuh pasien.
Dengan kondisi tubuh yang baik akan mempermudah pasien untuk mengembangkan kemampuannya pada saat latihan sehingga pasien dapat melakukan aktifitas sehari-hari secara mandiri.
4. Lingkungan tempat pasien tinggal dan bersosialisasi.
Peran lingkungan terutama keluarga sangat mempengaruhi perkembangan pasien, dukungan mental yang diberikan keluarga kepada pasien sangat dibutuhkan pasien tidak hanya pada saat menjalani terapi sehingga pasien bersemangat setiap kali menjalani sesi latihan tetapi juga untuk menumbuhkan rasa percaya diri pasien untuk bersosialisasi dengan dunia luar.
Sumber gambar : materi kuliah Patologi saraf dr. Agus Soedomo Sp (K)
Sumber artikel : materi kuliah pediatri
0 komentar:
Posting Komentar