PENDAHULUAN
Ditengah masyarakat sering dijumpai pasien dengan kelumpuhan separuh badan yang dapat mengakibatkan terganggunya aktifitas bahu, hal ini membuat penderita semakin sulit berbuat sesuatu dalam keluarganya, dan pada umumnya hidup dengan bantuan orang lain, sehingga terkadang timbul rasa benci pada diri sendiri dan rasa rendah diri di dalam keluarga akibatketergantungan hidup dengan orang lain.
Pada dasarnya gangguan keterbatasan sendi bahu ini dapat disebabkan oleh berbagai macam penyebab, salah satu di antaranya adalah akibat kelumpuhan separuh badan. Kondisi frozen shoulder akibat kelumpuhan separuh badan ini selain membutuhkan obat-obatan, juga tidak kalah pentingnya adalah pengobatan fisioterapi terutama dengan menggunakan modalitas exercise therapy, sebab sampai saat ini tidak ada obat yang dapat mengatasi gangguan gerak dan kekakuan sendi kecuali dengan exercise therapy yang tepat.
ANATOMI DAN FISIOLOGI TERAPAN
1) Shoulder Joint
Gerakan-gerakan yang terjadi di gelang bahu dimungkinkan oleh sejumlah sendi yang saling berhubungan erat, misalnya sendi kostovertebral atas, sendi akromioklavikular, sendi sternoklavikular, permukaan pergeseran skapulotorakal dan sendi glenohumeral atau sendi bahu. Gangguan gerakan di dalam sendi bahu sering mempunyai konsekuensi untuk sendi-sendi yang lain di gelang bahu dan sebaliknya.Sendi bahu dibentuk oleh kepala tulang humerus dan mangkok sendi, disebut cavitas glenoidalis. Sendi ini menghasilkan gerakan fungsional sehari-hari seperti menyisir, menggaruk kepala, mengambil dompet dan sebagainya atas kerja sama yang harmonis dan simultan dengan sendi-sendi lainnya. Cavitas glenoidalis sebagai mangkok sendi bentuknya agak cekung tempat melekatnya kepala tulang humerus dengan diameter cavitas glenoidalis yang pendek kira-kira hanya mencakup sepertiga bagian dan kepala tulang sendinya yang agak besar, keadaan ini otomatis membuat sendi tersebut tidak stabil namun paling luas gerakannya. Beberapa karakteristik daripada sendi bahu, yaitu:
- Perbandingan antara permukaan mangkok sendinya dengan kepala sendinya tidak sebanding.
- Kapsul sendinya relatif lemah.
- Otot-otot pembungkus sendinya relatif lemah, seperti otot supraspinatus, infrapinatus, teresminor dan subscapularis.
- Gerakannya paling luas.
- Stabilitas sendinya relatif kurang stabil.
Dengan melihat keadaan sendi tersebut, maka sendi bahu lebih mudah mengalami gangguanfungsi dibandingkan dengan sendi lainnya
2) Kapsul Sendi
Kapsul sendi terdiri atas 2 lapisan (Haagenars),
(a) Kapsul Sinovial (lapisan bagian dalam) dengan karakteristik mempunyai jaringan fibrokolagen agak lunak dan tidak memiliki saraf reseptor dan pembuluh darah. Fungsinya menghasilkan cairan sinovial sendi dan sebagai transformator makanan ke tulang rawan sendi. Bila ada gangguan pada sendi yang ringan saja, maka yang pertama kali mengalami gangguan fungsi adalah kapsul sinovial, tetapi karena kapsul tersebut tidak memiliki reseptor nyeri, maka kita tidak merasa nyeri apabila ada gangguan, misalnya pada artrosis sendi.
(b) Kapsul FibrosaKarakteristiknya berupa jaringan fibrous keras dan memiliki saraf reseptor dan pembuluhdarah. Fungsinya memelihara posisi dan stabititas sendi, memelihara regenerasi kapsul sendi.Kita dapat merasakan posisi sendi dan merasakan nyeri bila rangsangan tersebut sudahsampai di kapsul fibrosa.
3) Kartilago
Kartilago atau ujung tulang rawan sendi berfungsi sebagai bantalan sendi, sehingga tidak nyeri sewaktu penderita berjalan. Namun demikian pada gerakan tertentu sendi dapat nyeriakibat gangguan yang dikenal dengan degenerasi kartilago (Weiss,1979)
FROZEN SHOULDER
Frozen shoulder adalah suatu gangguan bahu yang sedikit atau sama sekali tidak menimbulkan rasa sakit, tidak memperlihatkan kelainan pada foto Rontgen, tetapi menunjukkan adanya pembatasan gerak.
Frozen shoulder dapat diidentikkan dengan capsulitis adhesif dan periarthritis yang ditandai dengan keterbatasan gerak baik secara pasif maupun aktif pada semua pola gerak. Pada penderita kelumpuhan separuh badan (hemiplegia), otot-otot sekitar sendi bahunya mengalami kelumpuhan. Posisi menggantung lengan disertai hilangnya kekuatan otot dan pengikat sendi (ligamen) sebagai penyangga mengakibatkan keluarnya kepala sendi dari mangkoknya yang disebut subluksasi sendi bahu sehingga mengakibatkan tidak sempurnanya scapulo humeral rhythm. Bila lengan digerakkan ke atas secara pasif, gerakan berputar tulang belikat dan terangkatnya tulang akromion yang dibutuhkan tidak terjadi, sehingga tonjolan tulang humerus membentur tulang akromion dan penderita merasa sakit. Stabilisasi pasif sendi (ligament) coracohumrale yang berfungsi dalam mekanisme pengerem terhadap gerakan berlebihan sendi bahu sering terganggu akibat hilangnya mekanisme perlindungan otot-otot bahu; akibatnya, fungsinya sebagai pengerem hilang, sehingga pada keadaan tersebut otot-otot sekitar sendi bahu (rotator cuff) akan sangat mudah mengalami cedera atau terjadinya penguluran yang berlebihan yang dikenal dengan over stretch.
Dengan berbagai faktor di atas, penderita cenderung takut bila lengannya digerakkan ke atas,dan mempertahankan lengan nya dalam posisi mendekat di badan (adduksi). Bila hal ini terjadi dan berlangsung lama, akan mengakibatkan perlengketan kapsul dan mengkerutnya kapsul sendi sehingga gerakan sendi tersebut akan mengalami keterbatasan dan bertambahnyeri.
Gejala
- Adanya nyeri sekitar bahu.
- Keterbatasan gerak sendi bahu, misalnya pasien tidak dapat mengangkat lengannya, tidak dapat menyisir, tidak dapat mengambil dompet.
- Otot-otot daerah sendi bahu nampak mengecil.
Fase-fase Frozen Shoulder
Pengetahuan mengenai fase-fase ini sangat penting artinya terutama dalam pelaksanaan terapi fisioterapi.
Fase I
Dari 24 jam sampai dengan minggu I setelah trauma dengan gejala-gejala: nyeri yang dominan, gerakan sendi terbatas ke segala arah karena sakit, dan kadang-kadang disertai bengkak.
Fase II
Dari minggu II sampai dengan IV setelah trauma, dengan gejala-gejala yang dominan : jarak gerak sendi (ROM) terbatas, kaku terutama pada abduksi dan exorotasi, nyeri tajam pada akhir ROM dan gangguan koordinasi dan aktivitas lengan/bahu.
Fase III
Setelah minggu IV, dengan gejala-gejala dominan : bahu kaku dan terkunci pada ROM tertentu serta timbulnya subtle sign , gerakan sendi bahu sangat terbatas, membesarnya otot-otot daerah gelang bahu dan sedikit rasa nyeri.
PEMERIKSAAN FISIOTERAPI
Pemeriksaan fisioterapi pada kondisi frozen shoulder akibat kelumpuhan separuh badan, sebagai berikut:
a) Anamnesis Umum : Identitas penderita
b) Anamnesis khusus:
- Keluhan utama penderita
- Lokasi keluhan utama
- Sifat keluhan utama
- Lamanya keluhan
- Faktor-faktor yang memperberat keluhan.
c) Inspeksi : Dilakukan dalam posisi statis dan dinamis penderita.
d) Tes Orientasi : Untuk melihat kemampuan aktivitas lengan.
e) Pemeriksaan Fungsi Dasar : Gerakan aktif, pasif dan tes isometrik melawan tahanan sendi bahu.
f) Pemeriksaan Spesifik:
- Tes intra artikular (Joint Play Movement) sendi bahu.
- Tes kekuatan otot.
- Tes koordinasi gerakan.
- Tes sirkumferentia otot (lingkar otot) daerah bahu.
TINDAKAN FISIOTERAPI
Tindakan fisioterapi pada kasus frozen shoulder akibat kelumpuhan separuh badan didasarkan atas problematik yang terjadi pada pasien. Adapun masalah yang sering mengganggu pasien seperti ini adalah : rasa nyeri gerak, terbatasnya ROM sendi bahu, kelemahan otot-otot daerah bahu, tidak mampu melakukan gerakan-gerakan fungsional, yaitu: menyisir rambut, mengambil sesuatu yang tinggi, mengambil dompet.
Tujuan fisioterapi :
- Mengatasi rasa nyeri pada bahu.
- Menambah gerak sendi bahu
- Meningkatkan kekuatan otot-otot bahu.4.Mengembalikan aktifitas fungsional bahu.
Pelaksanaan Fisioterapi :
1) Elektro Terapi
Elektro terapi yang digunakan pada kondisi ini adalah Continuous Electro Magnetic 27 MHz (CEM). Merupakan arus AC dengan frekuensi terapi 27 MHz yang memproduksi energi elektromagnetik dengan panjang gelombang 11,6 meter, digunakan untuk menimbulkan berbagai efek terapeutik melalui suatu proses tertentu dalam jaringan tubuh. Arus CEM ini menghasilkan energi internal kinetika didalam jaringan tubuh sehingga timbul panas; energi ini akan menimbulkan pengaruh biofisika tubuh misalnya pada thermosensor lokal maupunsentral (kulit dan hipotalamus) dan juga terhadap struktur persendian. Tujuan yang diharapkan dan arus CEM ini adalah menurunkan aktifitas noxe sehingga nyeri berkurang, meningkatkan elastisitas aringan dan sebagai pendahuluan sebelum exercises.
2) Terapi Manipulasi
Terapi manipulasi yang diberikan adalah gerakan roll dan slide pada gerakan-gerakan sendi bahu yang mengalami keterbatasan.Tujuan metode ini adalah membebaskan perlengketan pada permukaan sendi, sehingga jarak gerak sendi akan bertambah.Dasar teknik ini adalah memperhatikan bentuk kedua permukaan sendi dan mengikuti aturan Hukum Konkaf dan Konveks suatu persendian.
3) Exercises Therapy
Exercises therapy yang diberikan pada kondisi tersebut adalah latihan Resistance Exercises dan Metode Proprioceptive Neuromuscular Facilitation (PNF) yang bertujuan meningkatkankekuatan otot daerah bahu baik manual maupun dengan menggunakan beban. Selain itu jugadapat diberikan latihan dengan teknik Hold Relax yang bertujuan untuk mengulur otot -ototyang memendek pada daerah bahu. Latihan tersebut sebaiknya dilaksanakan setelah penderita mendapatkan modalitas elektroterapi.
4) Latihan aktivitas sehari-hari
Bentuk aktivitas yang bermanfaat bagi penderita frozen shoulder adalah menyisir rambut,mengambil sesuatu yang tinggi, mengambil dompet, memutar lengan, dan mengangkat bebanyang kecil-kecil.
KEPUSTAKAAN
1. Djohan Aras. Penatalaksanaan fisioterapi pada frozen shoulder, Akfis Ujungpandang.1994.
2. de Wolf AN, Mens JMA. Pemeriksaan alat penggerak tubuh, diagnostik fisis umum, cet11, Bohn Statleu Van Loghum Houten/Zaventem. 1994.
3. Kisner C. Lynn AC. Therapeutic exercises foundation and techniques, ed. 11.Philadelphia,USA: F.A. Davis Co. 1990.
4. Djohan Aras. Pelatihan Elektro Terapi. Makalah Akfis. Ujungpandang. 1993.
5. Priguna Sidharta. Sakit neuromuskuloskeletal dal praktek umum, Pustaka Universitas UI,Jakarta. 1983.
6. Soeharyono. Sinkronisasi gerak persendian daerah gelang bahu pada gerak abduksilengan. Maj Fisioterapi 1994; 2(23).
7. Purnomo. Fisioterapi pada kapsulitis adhesive, TITAFI ke VI, Jakarta. 1988.7. Cailliet R. Soft tissue pain and disability. Philadelphia, USA: F.A. Davis Co. 1977.
Sangat bermanfaat, sukses fisioterapi.
BalasHapus